Seni Tari merupakan bagian dari bentuk seni dan seni merupakan bagian dari kebudayaan lainnya. Seni tari tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan lainnya, karena di dalam seni tari terdapat unsur seni lainnya yang menunjang pada keberadaan seni tari. Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan gerakan-gerakan tubuh manusia. Gerak merupakan bagian yang paling dominan sebagai ungkapan ekspresi jiwa seseorang dalam mengungkapkan perasaan bahagia, sedih, gembira, marah dan lain sebagainya.
Gerak merupakan gejala yang paling primer dan merupakan media yang paling primer dan merupakan media yang paling tua dari manusia untuk menyatakan keinginannya atau merupakan bentuk refleksi spontan dari bathin manusia.
Walaupun substansi dasar tari adalah gerak, namun gerak tersebut bukanlah gerak keseharian yang realistis melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif, gerak yang telah distilir dan gerak yang telah memiliki nilai-nilai estetika, sebagaimana dikatakan Susane K. Langger (1988) “Bentuk ekspresif adalah bentuk yang diungkapkan manusia untuk dinikmati dengan rasa”. Dalam hal ini, arti gerak tersebut adalah suatu gerakan yang indah yang mampu menggetarkan perasaan manusia, gerak indah tersebut adalah gerak yang sudah distilir yang didalamnya mengandung ritme-ritme tertentu. Ungkapan tersebut ditunjang oleh pendapat Soedarsono (1972) yang menjelaskan bahwa “Tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak yang ritmis dan indah.
Menari adalah dorongan jiwa manusia sejak anak-anak dalam mengekspresikan diri manakala mendengar atau merasakan suatu irama tertentu baik yang datang dari dalam maupun dari luar dirinya. Namun naluri ilmiah ini kurang mendapat perhatian bagi sebagian besar manusia. Kondisi berkesenian di masyarakat dewasa ini lebih mengarah pada kesenian yang datang dari barat. Hal ini mengakibatkan masyarakat banyak yang melupakan atau menjauhkan diri dari kesenian tradisional yang merupakan kekayaan daerah.
Jika hal tersebut dibiarkan terus berlanjut, dikhawatirkan akan memudarkan jati diri bangsa, sementara di ain pihak pemerintah berusaha membangun manusia indonesia seutuhnya yang berarti suatu usaha memupuk kesadaran diri sebagai manusia serta kesadaran pribadi selaku suatu bangsa yakni bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh budaya luar yang sejatinya negatif selayaknya kita senantiasa berusaha menanamkan nilai-nilai budaya sendiri kepada generasi penerus dan berusaha menggali serta melestarikan sekaligus mengembangkan.
Seperti yang dikemukakan oleh Drs. Suwandono (1979), bahwa tari tradisi perlu mendapatkan pembinaan secara sungguh-sungguh, mantap dan terarah untuk kemudian dikembangkan materinya selaras dengan alam pikiran dan pandangan hidup masyarakat indonesia.
Penulis sadari bahwa Indonesia sangat terbuka dengan pengaruh budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia serta dapat menggeser seni tradisional, untuk melestarikan seni ini perlu kewaspadaan dalam memilih dan menyeleksi kesenian yang sesuai dengan jati diri bangsa indonesia.
Kuningan merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki banyak kesenian salah satunya Tari buyung. Tari ini hidup dan tumbuh di desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan yang keberadaannya bersifat lokal dan diketahui oleh sebatas daerah-daerah tertentu yang berdekatan dengan wilayah desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan.
Tari Buyung merupakan kesenian turun temurun dengan latar belakang diangkat dari kebiasaan yaitu perilaku tempo dulu wanita-wanita di desa yang sering dipergunakan oleh sebagian masyarakat wanita di desa Cigugur kalau mengambil air ke pancuran sambil membawa buyung.
Buyung adalah sejenis alat yang terbuat dari logam maupun tanah liat untuk mengambil air di sungai, danau atau kolam.
Gerakan tari buyung dimodifikasi dari gerakan dinamis dan tari Sekar Putri dengan memakai buyung. Gerakan Tari buyung diantaranya tidak menghilangkan gerak ngojay, nyeuseuh, sareng keramas (renang, mencuci dan keramas).
Kebiasaan mengambil air dengan buyung sudah lama berakar dan menyatu dengan kontek perilaku masyarakatnya yang suka tolong menolong, hidup bergotong royong tanpa memandang latar belakang status sosial maupun kepercayaan mereka, itulah ciri khas desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan.
Masyarakat desa Cigugur pada umumnya masih bermata pencaharian petani dan juga merupakan masyarakat Sunda yang religius dimana masih dipegang teguh pada tata cara para leluhurnya. Untuk mengungkapkan rasa syukur yaitu dengan mengadakan upacara yang disebut Seren Taun yang merupakan gelar budaya tradisional masyarakat agraris sunda yang masih ada dan biasa dilaksanakan di desa Cigugur. Tradisi ini dilaksanakan satu tahun satu kali sebagai manifestasi luapan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Dari situlah Seren taun dijadikan sebagai suatu istilah, Seren berarti menyerahkan dan Taun adalah tahun yang terdiri dari dua belas bulan. Secara definitif Upacara Seren Taun dapat diartikan “Upacara penyerahan hasil panen yang diterima tahun yang lalu serta memohon berkah dan perlindungan-Nya untuk tahun yang akan datang”, dan tidak pernah ketinggalan yaitu digelar Tari Buyung yang dibawakan mojang-mojang sebagai acara pembuka pada puncak perayaan Seren Taun. Kesenian dan budaya khas daerah Cigugur ini mempunyai tiga tarian yaitu tari buyung pada acara seren taun, tari buncis pada perayaan hari-hari besar, tari rudat dipentaskan pada hari-hari besar keagamaan.
Gerak merupakan gejala yang paling primer dan merupakan media yang paling primer dan merupakan media yang paling tua dari manusia untuk menyatakan keinginannya atau merupakan bentuk refleksi spontan dari bathin manusia.
Walaupun substansi dasar tari adalah gerak, namun gerak tersebut bukanlah gerak keseharian yang realistis melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif, gerak yang telah distilir dan gerak yang telah memiliki nilai-nilai estetika, sebagaimana dikatakan Susane K. Langger (1988) “Bentuk ekspresif adalah bentuk yang diungkapkan manusia untuk dinikmati dengan rasa”. Dalam hal ini, arti gerak tersebut adalah suatu gerakan yang indah yang mampu menggetarkan perasaan manusia, gerak indah tersebut adalah gerak yang sudah distilir yang didalamnya mengandung ritme-ritme tertentu. Ungkapan tersebut ditunjang oleh pendapat Soedarsono (1972) yang menjelaskan bahwa “Tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak yang ritmis dan indah.
Menari adalah dorongan jiwa manusia sejak anak-anak dalam mengekspresikan diri manakala mendengar atau merasakan suatu irama tertentu baik yang datang dari dalam maupun dari luar dirinya. Namun naluri ilmiah ini kurang mendapat perhatian bagi sebagian besar manusia. Kondisi berkesenian di masyarakat dewasa ini lebih mengarah pada kesenian yang datang dari barat. Hal ini mengakibatkan masyarakat banyak yang melupakan atau menjauhkan diri dari kesenian tradisional yang merupakan kekayaan daerah.
Jika hal tersebut dibiarkan terus berlanjut, dikhawatirkan akan memudarkan jati diri bangsa, sementara di ain pihak pemerintah berusaha membangun manusia indonesia seutuhnya yang berarti suatu usaha memupuk kesadaran diri sebagai manusia serta kesadaran pribadi selaku suatu bangsa yakni bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh budaya luar yang sejatinya negatif selayaknya kita senantiasa berusaha menanamkan nilai-nilai budaya sendiri kepada generasi penerus dan berusaha menggali serta melestarikan sekaligus mengembangkan.
Seperti yang dikemukakan oleh Drs. Suwandono (1979), bahwa tari tradisi perlu mendapatkan pembinaan secara sungguh-sungguh, mantap dan terarah untuk kemudian dikembangkan materinya selaras dengan alam pikiran dan pandangan hidup masyarakat indonesia.
Penulis sadari bahwa Indonesia sangat terbuka dengan pengaruh budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia serta dapat menggeser seni tradisional, untuk melestarikan seni ini perlu kewaspadaan dalam memilih dan menyeleksi kesenian yang sesuai dengan jati diri bangsa indonesia.
Kuningan merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki banyak kesenian salah satunya Tari buyung. Tari ini hidup dan tumbuh di desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan yang keberadaannya bersifat lokal dan diketahui oleh sebatas daerah-daerah tertentu yang berdekatan dengan wilayah desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan.
Tari Buyung merupakan kesenian turun temurun dengan latar belakang diangkat dari kebiasaan yaitu perilaku tempo dulu wanita-wanita di desa yang sering dipergunakan oleh sebagian masyarakat wanita di desa Cigugur kalau mengambil air ke pancuran sambil membawa buyung.
Buyung adalah sejenis alat yang terbuat dari logam maupun tanah liat untuk mengambil air di sungai, danau atau kolam.
Gerakan tari buyung dimodifikasi dari gerakan dinamis dan tari Sekar Putri dengan memakai buyung. Gerakan Tari buyung diantaranya tidak menghilangkan gerak ngojay, nyeuseuh, sareng keramas (renang, mencuci dan keramas).
Kebiasaan mengambil air dengan buyung sudah lama berakar dan menyatu dengan kontek perilaku masyarakatnya yang suka tolong menolong, hidup bergotong royong tanpa memandang latar belakang status sosial maupun kepercayaan mereka, itulah ciri khas desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan.
Masyarakat desa Cigugur pada umumnya masih bermata pencaharian petani dan juga merupakan masyarakat Sunda yang religius dimana masih dipegang teguh pada tata cara para leluhurnya. Untuk mengungkapkan rasa syukur yaitu dengan mengadakan upacara yang disebut Seren Taun yang merupakan gelar budaya tradisional masyarakat agraris sunda yang masih ada dan biasa dilaksanakan di desa Cigugur. Tradisi ini dilaksanakan satu tahun satu kali sebagai manifestasi luapan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Dari situlah Seren taun dijadikan sebagai suatu istilah, Seren berarti menyerahkan dan Taun adalah tahun yang terdiri dari dua belas bulan. Secara definitif Upacara Seren Taun dapat diartikan “Upacara penyerahan hasil panen yang diterima tahun yang lalu serta memohon berkah dan perlindungan-Nya untuk tahun yang akan datang”, dan tidak pernah ketinggalan yaitu digelar Tari Buyung yang dibawakan mojang-mojang sebagai acara pembuka pada puncak perayaan Seren Taun. Kesenian dan budaya khas daerah Cigugur ini mempunyai tiga tarian yaitu tari buyung pada acara seren taun, tari buncis pada perayaan hari-hari besar, tari rudat dipentaskan pada hari-hari besar keagamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar